Selasa, 20 Januari 2009

FATWA-FATWA KONTEMPORER
PERTANYAAN Kami ingin mengetahui hukum boleh tidaknya laki-lakimemandang perempuan, malah lebih khusus lagi, perempuanmemandang laki-laki Sebab, kami pernah mendengar dariseorang penceramah bahwa wanita itu tidak boleh memandanglaki-laki, baik dengan syahwat maupun tidak. Sang penceramahtadi mengemukakan dalil dua buah hadits. Pertama, bahwa Nabi saw. pernah bertanya kepada putrinya,Fatimah r.a., "Apakah yang paling baik bagi wanita?" Fatimahmenjawab, "janganlah ia memandang laki-laki dan jangan adalaki- laki memandang kepadanya." Lalu Nabi saw. menciumnyaseraya berkata, "Satu keturunan yang sebagiannya (keturunandari yang lain).1 Kedua, hadits Ummu Salamah r.a., yang berkata, "Saya pernahberada di sisi Rasulullah saw. dan di sebelah beliau adaMaimunah, kemudian Ibnu Ummi Maktum datang menghadap.Peristiwa ini terjadi setelah kami diperintahkan berhijab.Lalu Nabi saw. bersabda, "Berhijablah kalian daripadanya!"Lalu kami berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah diatunanetra, sehingga tidak mengetahui kami?" Beliau menjawab,"Apakah kalian juga tuna netra?" Bukankah kalian dapatmelihatnya?" (HR Abu Daud dan Tirmidzi. Beliau (Tirmidzi)berkata, "Hadits ini hasan sahih.)2 Pertanyaan saya, bagaimana mungkin wanita tidak melihatlaki-laki dan laki-laki tidak melihat wanita, terlebih padazaman kita sekarang ini? Apakah hadits-hadits tersebut sahihdan apa maksudnya? Saya harap Ustadz tidak mengabaikan surat saya, dan sayamohon Ustadz berkenan memberikan penjelasan mengenai masalahini sehingga dapat menerangi jalan orang-orang bingung, yangterus saja memperdebatkan masalah ini dengan tidak adaujungnya. Semoga Allah memberi taufik kepada Ustadz. JAWABAN Allah menciptakan seluruh makhluk hidup berpasang-pasangan,bahkan menciptakan alam semesta ini pun berpasang-pasangan,sebagaimana firman-Nya: "Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasang-pasangansemuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan daridiri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui"(Yasin: 36) "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supayakamu mengingat akan kebesaran Allah." (ad-Dzaariyat: 49) Berdasarkan sunnah kauniyah (ketetapan Allah) yang umum ini,manusia diciptakan berpasang-pasangan, terdiri dari jenislaki-laki dan perempuan, sehingga kehidupan manusia dapatberlangsung dan berkembang. Begitu pula dijadikan daya tarikantara satu jenis dengan jenis lain, sebagai fitrah Allahuntuk manusia. Setelah menciptakan Adam, Allah menciptakan (dari dan untukAdam) seorang istri supaya ia merasa tenang hidup dengannya,begitu pula si istri merasa tenang hidup bersamanya. Sebab,secara hukum fitrah, tidak mungkin ia (Adam) dapat merasabahagia jika hanya seorang diri, walaupun dalam surga iadapat makan minum secara leluasa. Seperti telah saya singgung di muka bahwa taklif ilahi(tugas dari Allah) yang pertama adalah ditujukan kepadakedua orang ini sekaligus secara bersama-sama, yakni Adamdan istrinya: "... Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, danmakanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimanasaja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini,yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim."(al-Baqarah: 35) Maka hiduplah mereka didalam surga bersama-sama, kemudianmemakan buah terlarang bersama-sama, bertobat kepada Allahbersama-sama, turun ke bumi bersama-sama, dan mendapatkantaklif-taklif ilahi pun bersama-sama: "Allah beffirman, Turunlah kamu berdua dari surgabersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yanglain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalubarangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesatdan tidak akan celaka." (Thaha: 123) Setelah itu, berlangsunglah kehidupan ini. Laki-laki selalumembutuhkan perempuan, tidak dapat tidak; dan perempuanselalu membutuhkan laki-laki, tidak dapat tidak. "Sebagiankamu adalah dari sebagian yang lain." Dari sini tugas-tugaskeagamaan dan keduniaan selalu mereka pikul bersama-sama. Karena itu, tidaklah dapat dibayangkan seorang laki-lakiakan hidup sendirian, jauh dari perempuan, tidak melihatperempuan dan perempuan tidak melihatnya, kecuali jika sudahkeluar dari keseimbangan fitrah dan menjauhi kehidupan,sebagaimana cara hidup kependetaan yang dibikin-bikin kaumNasrani. Mereka adakan ikatan yang sangat ketat terhadapdiri mereka dalam kependetaan ini yang tidak diakui olehfitrah yang sehat dan syariat yang lulus, sehingga merekalari dari perempuan, meskipun mahramnya sendiri, ibunyasendiri, atau saudaranya sendiri. Mereka mengharamkan atasdiri mereka melakukan perkawinan, dan mereka menganggapbahwa kehidupan yang ideal bagi orang beriman ialahlaki-laki yang tidak berhubungan dengan perempuan danperempuan yang tidak berhubungan dengan laki-laki, dalambentuk apa pun. Tidak dapat dibayangkan bagaimana wanita akan hidupsendirian dengan menjauhi laki-laki. Bukankah kehidupan itudapat tegak dengan adanya tolong-menolong dan bantu-membantuantara kedua jenis manusia ini dalam urusan-urusan dunia danakhirat? "Dan orang-orangyang beriman, laki-laki dan perempuan,sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yanglain..." (at-Taubah: 71) Telah saya kemukakan pula pada bagian lain dari buku inibahwa Al-Qur'an telah menetapkan wanita - yang melakukanperbuatan keji secara terang-terangan - untuk "ditahan" dirumah dengan tidak boleh keluar dari rumah, sebagai hukumanbagi mereka - sehingga ada empat orang laki-laki muslim yangdapat memberikan kesaksian kepadanya. Hukuman ini terjadisebelum ditetapkannya peraturan (tasyri') dan diwajibkannyahukuman (had) tertentu. Allah berfirman: "Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yangmenyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberipersaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalamrumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allahmemberi jalan yang lain kepadanya." (an-Nisa': 15) Hakikat lain yang wajib diingat di sini - berkenaan dengankebutuhan timbal balik antara laki-laki dengan perempuan -bahwa Allah SWT telah menanamkan dalam fitrah masing-masingdari kedua jenis manusia ini rasa ketertarikan terhadaplawan jenisnya dan kecenderungan syahwati yang instinktif.Dengan adanya fitrah ketertarikan ini, terjadilah pertemuan(perkawinan), dan reproduksi, sehingga terpeliharalahkelangsungan hidup manusia dan planet bumi ini. Kita tidak boleh melupakan hakikat ini, ketika kitamembicarakan hubungan laki-laki dengan perempuan atauperempuan dengan laki-laki. Kita tidak dapat menerimapernyataan sebagian orang yang mengatakan bahwa dirinyalebih tangguh sehingga tidak mungkin terpengaruh olehsyahwat atau dapat dipermainkan oleh setan. Dalam kaitan ini, baiklah kita bahas secara satu persatuantara hukum memandang laki-laki terhadap perempuan danperempuan terhadap laki-laki. LAKI-LAKI MEMANDANG PEREMPUAN Bagian pertama dari pernyataan ini sudah kami bicarakandalam Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid I tentang wajib tidaknyamemakai cadar, dan kami menguatkan pendapat jumhur ulamayang menafsirkan firman Allah: "... Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecualiyang (biasa) tampak daripadanya... " (an-Nur: 31 ) Menurut jumhur ulama, perhiasan yang biasa tampak itu ialah"wajah dan telapak tangan." Dengan demikian, wanita bolehmenampakkan wajahnya dan kedua telapak tangannya, bahkan(menurut pendapat Abu Hanifah dan al-Muzni) kedua kakinya. Apabila wanita boleh menampakkan bagian tubuhnya ini (mukadan tangan/kakinya), maka bolehkah laki-laki melihatkepadanya ataukah tidak? Pandangan pertama (secara tiba-tiba) adalah tidak dapatdihindari sehingga dapat dihukumi sebagai darurat. Adapunpandangan berikutnya (kedua) diperselisihkan hukumnya olehpara ulama. Yang dilarang dengan tidak ada keraguan lagi ialah melihatdengan menikmati (taladzdzudz) dan bersyahwat, karena inimerupakan pintu bahaya dan penyulut api. Sebab itu, adaungkapan, "memandang merupakan pengantar perzinaan." Danbagus sekali apa yang dikatakan oleh Syauki ihwal memandangyang dilarang ini, yakni: "Memandang (berpandangan) lalu tersenyum, lantas mengucapkansalam, lalu bercakap-cakap, kemudian berjanji, akhirnyabertemu." Adapun melihat perhiasan (bagian tubuh) yang tidak biasatampak, seperti rambut, leher, punggung, betis, lengan(bahu), dan sebagainya, adalah tidak diperbolehkan bagiselain mahram, menurut ijma. Ada dua kaidah yang menjadiacuan masalah ini beserta masalah-masalah yang berhubungandengannya. Pertama, bahwa sesuatu yang dilarang itu diperbolehkanketika darurat atau ketika dalam kondisi membutuhkan,seperti kebutuhan berobat, melahirkan, dan sebagainya,pembuktikan tindak pidana, dan lain-lainnya yang diperlukandan menjadi keharusan, baik untuk perseorangan maupunmasyarakat. Kedua, bahwa apa yang diperbolehkan itu menjadi terlarangapabila dikhawatirkan terjadinya fitnah, baik kekhawatiranitu terhadap laki-laki maupun perempuan. Dan hal ini apabilaterdapat petunjukpetunjuk yang jelas, tidak sekadar perasaandan khayalan sebagian orang-orang yang takut dan ragu-raguterhadap setiap orang dan setiap persoalan. Karena itu, Nabi saw. pernah memalingkan muka anak pamannyayang bernama al-Fadhl bin Abbas, dari melihat wanitaKhats'amiyah pada waktu haji, ketika beliau melihat al-Fadhlberlama-lama memandang wanita itu. Dalam suatu riwayatdisebutkan bahwa al-Fadhl bertanya kepada Rasulullah saw.,"Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu?" Beliau saw.menjawab, "Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi,maka saya tidak merasa aman akan gangguan setan terhadapmereka." Kekhawatiran akan terjadinya fitnah itu kembali kepada hatinurani si muslim, yang wajib mendengar dan menerima fatwa,baik dari hati nuraninya sendiri maupun orang lain. Artinya,fitnah itu tidak dikhawatirkan terjadi jika hati dalamkondisi sehat, tidak dikotori syahwat, tidak dirusak syubhat(kesamaran), dan tidak menjadi sarang pikiran-pikiran yangmenyimpang. WANITA MEMANDANG LAKI-LAKI Diantara hal yang telah disepakati ialah bahwa melihatkepada aurat itu hukumnya haram, baik dengan syahwat maupuntidak, kecuali jika hal itu terjadi secara tiba-tiba, tanpasengaja, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sahih dariJarir bin Abdullah, ia berkata: "Saya bertanya kepada Nabi saw. Tentang memandang (auratorang lain) secara tiba-tiba (tidak disengaja). Lalu beliaubersabda, 'Palingkanlah pandanganmu.'" (HR Muslim) Lantas, apakah aurat laki-laki itu? Bagian mana saja yangdisebut aurat laki-laki? Kemaluan adalah aurat mughalladhah (besar/berat) yang telahdisepakati akan keharaman membukanya di hadapan orang laindan haram pula melihatnya, kecuali dalam kondisi daruratseperti berobat dan sebagainya. Bahkan kalau aurat iniditutup dengan pakaian tetapi tipis atau menampakkanbentuknya, maka ia juga terlarang menurut syara'. Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa paha laki-laki termasukaurat, dan aurat laki-laki ialah antara pusar dengan lutut.Mereka mengemukakan beberapa dalil dengan hadits-hadits yangtidak lepas dari cacat. Sebagian mereka menghasankannya dansebagian lagi mengesahkannya karena banyak jalannya,walaupun masing-masing hadits itu tidak dapat dijadikanhujjah untuk menetapkan suatu hukum syara'. Sebagian fuqaha lagi berpendapat bahwa paha laki-laki itubukan aurat, dengan berdalilkan hadits Anas bahwa Rasulullahsaw. pernah membuka pahanya dalam beberapa kesempatan.Pendapat ini didukung oleh Muhammad Ibnu Hazm. Menurut mazhab Maliki sebagaimana termaktub dalamkitab-kitab mereka bahwa aurat mughalladhah laki-laki ialahqubul (kemaluan) dan dubur saja, dan aurat ini bila dibukadengan sengaja membatalkan shalat. Para fuqaha hadits berusaha mengompromikan antarahadits-hadits yang bertentangan itu sedapat mungkin ataumentarjih (menguatkan salah satunya). Imam Bukharimengatakan dalam kitab sahihnya "Bab tentang Paha,"diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Jurhud, dan Muhammad bin-Jahsydari Nabi saw. bahwa paha itu aurat, dan Anas berkata, "Nabisaw. pernah membuka pahanya." Hadits Anas ini lebih kuatsanadnya, sedangkan hadits Jurhud lebih berhati-hati.

Tidak ada komentar: